Tak hanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang gemar melakukan "blusukan".
Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto pun memiliki hobi yang sama, hanya saja cara keduanya melakukan berbeda.
Pada masa Seoharto memimpin, tak ada istilah khusus untuk menyebut inspeksi mendadak yang kini dipopulerkan dengan nama "blusukan" oleh Jokowi.
Tak ada pula penyambutan keramaian karena semua dilakukan serba rahasia.
ISTIMEWA
Presiden Soeharto menerima sungkem dari Ibu Tien Soeharto pada hari Idul Fitri 1 Syawal 1415 Hijriah, 3 Maret 1995.
Sebuah pengalaman unik dirasakan Try Sutrisno pada tahun 1974 ketika dia masih menjadi ajudan Soeharto soal hobi mantan kepala negara satu itu.
Suatu ketika, Soeharto tiba-tiba memerintahkan Try yang kala itu berpangkat kolonel untuk segera menyiapkan mobil dan pengamanan seperlunya.
"Siapkan kendaraan, sangat terbatas. Alat radio dan pengamanan seperlunya saja dan tidak perlu memberitahu siapa pun," perintah Soeharto seperti yang dikenang Try Sutrisno dalam buku "Soeharto: The Untold Story".
Todayonline.com
Presiden Indonesia Soeharto bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew. Kedua pemimpin Asia Tenggara ini dikenal menjalin persahabatan yang sangat dekat.
Perjalanan rahasia itu berlangsung selama dua pekan.
Hanya Try Soetrisno, Dan Paspampres Kolonel Munawar, Komandan Pengawal, satu ajudan, Dokter Mardjono dan mekanik Pak Biyanto yang mengurus kendaraan yang turut serta dalam perjalanan itu.
Di luar rombongan ini, hanya Ketua G-I/S Intel Hankam Mayjen TNI Benny Moerdani yang mengetahuinya.
Panglima ABRI ketika itu bahkan tidak tahu bahwa presiden sedang berkeliling dengan pengamanan seadanya ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Pada saat itu, Indonesia memasuki tahap Pelita II.
Sehingga, Soeharto merasa harus turun langsung memantau program-program pemerintah dilaksanakan.
Sehingga, Soeharto merasa harus turun langsung memantau program-program pemerintah dilaksanakan.
Dengan melakukan perjalanan rahasia seperti ini, Soeharto bisa melihat kondisi desa apa adanya dan mendapat masukan langsung dari masyarakat.
"Kami tidak pernah makan di restoran, menginap di rumah kepala desa atau rumah-rumah penduduk. Untuk urusan logistik, selain membawa beras dari Jakarta, Ibu Tien membekali sambal teri dan kering tempe. Benar-benar prihatin saat itu," tutur Try.
Meski pejalanan itu berusaha ditutup rapat, kedatangan presiden ke suatu desa akhirnya bocor juga hingga sampai ke telinga pejabat setempat.
Para pejabat daerah pun geger hingga memarahi Try Sutrsino karena merasa tidak diberi kesempatan untuk menyambut presiden.
Try tidak bisa berbuat banyak karena perjalanan ini adalah kemauan Soeharto.
Try yang kemudian hari menjadi Wakil Presiden pun melihat Soeharto terlihat begitu menikmati perjalanan keluar masuk desa.
Semua hal yang ditemui di lapangan dicatat Soeharto untuk jadi bahan dalam rapat kabinet.
Saking menikmatinya perjalanan itu, Soeharto tidak protes atau pun marah saat ajudannya salah mengambil jalan hingga akhirnya tersasar.
Padahal, Soeharto mengetahui betul seluk beluk wilayah itu.
Dalam ingatan Try, Soeharto ketika itu hanya tersenyum.
Perjalanan incognito itu pun berakhir di Istana Cipanas dengan kondisi semua lelah.
Try mengungkapkan, Soeharto mempersilakan para pembantunya untuk makan terlebih dulu daripada dirinya.
Sewindu yang lalu, Minggu (27/1/2008), dari Rumah Sakit Pusat Pertamina, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan terbetik kabar duka.
Siang itu, Presiden kedua Republik Indonesia, Haji Muhammad Soeharto, dikabarkan tutup usia.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Upacara pemakaman almarhum mantan Presiden Soeharto di pemakaman keluarga Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah, Senin (28/1/2008), dilaksanakan dengan upacara militer. Bertindak selaku inspektur upacara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Namun, sekitar pukul 13.00 WIB, berita duka itu masih berupa kasak-kusuk.
Belum ada anggota keluarga, pengacara, pejabat negara, atau anggota tim dokter kepresidenan yang mengonfirmasi wafatnya Soeharto.
Namun, jumlah pasukan pengamanan yang bertambah seperti mengindikasikan kebenaran kasak-kusuk itu, ada peristiwa besar yang akan berlangsung siang itu di RSPP.
Mengutip harian Kompas terbitan 28 Januari 2008, pengamanan di RSPP memang terlihat lebih ketat pada pukul 13.00 WIB.
Polisi menambah penjagaan di depan pintu gerbang.
Penambahan pengamanan itu dilakukan saat pemberitaan mengenai Soehartoyang dalam masa kritis beredar di media digital dan media elektronik.
Antisipasi keamanan pun dilakukan menyusul makin ramainya RSPP yang dipadati wartawan, yang menunggu kabar terkini penguasa pada era Orde Baru tersebut.
Spekulasi mengenai memburuknya kondisi Soeharto memang sudah diketahui wartawan pada pagi itu.
Sejak Minggu dini hari, sekitar pukul 01.00 WIB, kondisi Soeharto secara umum memang menurun.
Padahal, salah satu anggota tim dokter kepresidenan, dr Christian Johannes, mengatakan bahwa Soeharto bisa makan tiga sendok bubur cair pada Sabtu malamnya, sekitar pukul 22.30.
Respirasi Soeharto kala itu juga disebut menggembirakan.
Namun, sekitar pukul 03.00 WIB-07.00 WIB, kondisi presiden yang berkuasa selama 32 tahun itu semakin menurun.
Tekanan darah Soeharto tercatat 90/35-70/35 mmHg.
Saat kondisi purnawirawan jenderal berbintang lima itu tak kunjung membaik, hampir seluruh keluarga besar Soeharto berkumpul di lantai 5 Gedung A RSPP, tempat Soeharto dirawat.
Tak lama berselang, mantan Menteri Sekretaris Negara yang juga orang dekatSoeharto, Moerdiono, pada pukul 10.00 WIB menyatakan bahwa semua keluarga sudah berkumpul.
Kehadiran keluarga besar Soeharto pun dilengkapi kedatangan menantuSoeharto, Halimah Agustina Kamil, di RSPP sekitar pukul 12.35 WIB.
Halimah muncul bersama anak-anaknya, dari hasil pernikahannya dengan Bambang Trihatmodjo.
Dugaan mengenai kondisi Soeharto yang semakin kritis pun makin menyeruak.
Wartawan makin kasak-kusuk mencari informasi. Namun, belum satu pun konfirmasi didapat.
Kepastian mengenai wafatnya "Smiling General" itu baru didapat sekitar pukul 13.20 WIB.
Namun, kabar duka itu bukan berasal dari lisan anggota keluarga, pengacara, pejabat negara, atau anggota tim dokter kepresidenan.
Adalah Kepala Kepolisian Sektor Kebayoran Baru Komisaris Dicky Sondani yang mengabarkan wafatnya Soeharto.
Dicky yang datang ke RSPP sekitar pukul 12.30 WIB sejak semula terlihat mondar-mandir di RSPP.
Awalnya, wartawan tidak memedulikan sebab mengira Dicky sedang berjaga-jaga untuk menunggu kedatangan Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla.
Namun, wartawan semakin penasaran saat penjagaan polisi dan tentara semakin ketat.
Saat Dicky keluar lobi utama Gedung A, wartawan pun mendatangi untuk bertanya mengenai pengamanan yang diperketat.
Namun, Dicky mengeluarkan pernyataan mengejutkan sekitar pukul 13.20 WIB.
"Telah berpulang ke Rahmatullah Haji Muhammad Soeharto pukul 13.10 WIB. Rencananya akan dibawa ke Cendana, tetapi belum tahu pukul berapa," tutur Dicky.
Sepuluh menit sejak Komisaris Dicky Sondani mengabarkan mengenai wafatnyaSoeharto, anggota tim dokter kepresidenan dan keluarga besar pun memberikan keterangan resmi.
Sekitar pukul 13.30 WIB, Ketua Tim Dokter Kepresidenan dr Mardjo Soebiandono menggelar konferensi pers untuk memberikan konfirmasi mengenai wafatnya Soeharto.
"Innalillahi wainailaihi rojiun. Telah wafat dengan tenang Bapak Haji Muhammad Soeharto pada hari Minggu 27 Januari 2008, pukul 13.10 WIB di Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta," tutur dr Mardjo.
"Semoga arwah beliau diterima di sisi Allah SWT dan diampuni dari segala dosa. Amiin," lanjutnya.
Saat Tim Dokter Kepresidenan memberikan keterangan, hadir juga perwakilan keluarga Cendana.
Putri sulung Soeharto, Siti Herdianti Rukmana, lalu ditunjuk menjadi juru bicara dalam konferensi pers itu.
Perempuan yang akrab disapa Mbak Tutut itu didampingi dua adiknya, Sigit Harjojudanto dan Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto).
Dalam kesempatan itu, Mbak Tutut yang tidak mampu menahan air mata pun meminta maaf atas kesalahan ayahnya.
"Kami mohon dimaafkan semua kesalahan Bapak. Semoga mendapatkan tempat yang baik di sisi Allah," ujar Mbak Tutut.
0 Response to "Presiden Soeharto Dua Pekan Blusukan Rahasia Dikawal 6 Orang, Berbekal Sambal Teri Bu Tien"
Post a Comment